kata-kata mutiara

Presiden Soekarno mengatakan :
"Jangan sekali-kali melupakan sejarah!"
"Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya"

Presiden John Fitzgerald Kennedy mengatakan :
"Jangan tanyakan apa yang negara ini berikan kepadamu tapi tanyakan apa yang telah kamu berikan kepada negaramu."

Senin, 10 Oktober 2011

PUTERI MAYANG SARI DI SANGARASI


Dari kisah sebelumnya maka timbul pertanyaan mengapa seorang Sultan/Raja sampai rela memberikan puteri yang dikasihinya kepada Uria Lan'na (ehm..hebat sekali Uria Lan'na ini..).Ada beberapa faktor yang melandasinya walau sedikit-sedikit berbau politik. sbb:
1. Menjaga keutuhan seluruh wilayah kekuasaan dari kesultanan Banjar
2. Menghindari persatuan yang rusak dengan orang-orang dari Lasi-Muda (khusus orang Ma'anyan)
3. Menghormati hukum Adat Ma'aanyan dengan melakukan Bayar Adat Bali
4. Menjaga kelansungan dari kepemimpinan di daerah Lasi-Muda dan sekitarnya dan pemerintahan Kesultanan Banjar secara umum.
5. Agar Puterinya memiliki kekuasaan di daerah atau wilayah masyarakat Ma'anyan sebab tidak mungkin dapat berkuasa di lingkungan keraton Banjar dikarenakan statusnya adalah anak dari isteri kedua Sultan.
Puteri Mayang Sari senang sekali tinggal di daerah Sangarasi, hal ini dinyatakan pada tahun 1603 pada saat dilakukan pertemuan para Patih dan Uria, Mantir, Pangulu dan tua-tua kampung untuk mendengar dan meneriman pengarahan dari beliau.
Petunjuk yang diberikan adalah mengenai tugas dan kegiatan yang harus dilakukan oleh para pemimpin masyarakat guna meningkatkan kesejahteraan lapisan masyarakat diwilayah kekuasaan dari Puteri Mayang Sari. Hal ini dilakukan olehnya berhubung daerah Sangarasi merupakan tempat tinggal yang baru bagi dirinya, walaupun pada saat itu dia belum memegang tampuk pimpinan secara penuh di daerah Sangarasi, karena Uria Lan'na masih menjadi tampuk pimpinan 1595-1604. Akan tetapi penyusunan struktur pemerintah mulai dirintis olehnya. Sebab pemerintahan dan pembangunan dan kemasyarakatan menjadi tanggung jawab daerah masing-masing (kalau istilah kerennya disebut Otonomi Daerah) terlepas dari pengawasan Kesultanan Banjar.
Puteri  Mayang Sari menjadi pemimpin didaerah Sangarasi 1604-1615 menggantikan Uria Lan’na. Setiap akhir panen didaerah Sangarasi puteri Mayang Sari selalu mengadakan peninjauan keberbagai desa untuk melihat hasil panen yang diperoleh seluruh anggota masyarakatnya. Karena meningkatkan kesejahteraan anggota masyarakat merupakan salah satu tugas pokok pemimpin daerah. Dan pada setiap awal musim menanam padi puteri selalu berpesan kepada warganya agar dapat menanam padi yang bisa tumbuh didaerah kering (tegalan), juga memperkenalkan cara bertani yang lebih maju daripada sebelumnya. Hal lain yang dilakukan puteri adalah membimbing dan memberi penjelasan tentang ketaatan memberi wua sarah (semacam upeti/pajak) kepada penguasa yang disesuaikan dengan ketentuan yang ada.
Daerah peninjauan puteri Mayang Sari :
-  Daerah Timur yakni Uwei, Jangkung dan Waruken dan sekitarnya lalu kembali ke Sangarasi melewati Hadiwalang melalui Mun’nan.
-  Daerah barat yakni Tangkan, Sarabon, Beto dan Dayu lalu kembali ke Sangarasi melewati Patai, Harara, Murungkliwen
Puteri Mayang Sari memberlakukan sistem pemerintahan ‘Mantir Epat Pangulu Isa ‘ untuk mengatur warganya, serta mempunyai seorang Dam’mang selaku kepala adat.

Setelah seharian  menempuh perjalanan, seperti biasa Puteri Mayang Sari duduk diserambi depan tempat tinggalnya.  Saat menikmati istirahat melintaslah serombongan burung sejenis burung betet diatas kepala puteri lalu bersamaan dengan itu jatuhlah kembang kamboja berwarna kuning dipangkuannya. Dengan rasa penuh heran dan kaget dipungutlah bunga kamboja itu lalu diselipkan pada rambutnya yang panjang terurai sebagai hiasan. Keesokkan harinya puteri Mayang Sari jatuh sakit dan tiga hari kemudian puteri meninggal yakni pada hari Rabu tanggal 15 Oktober 1615 atau Sa’ban 1024 H; dalam hitungan Ma’anyan ‘Wulan Katiga Paras Kanjang Minau’.
Puteri Mayang Sari lahir di keraton peristirahatan di Kayu Tangi yakni pada Rabu tanggal 13 Juni 1585 atau 6 Jumadil Awal 993 H ; dalam hitungan Ma’anyan ‘Wulan Kasawalas Paras Kanjang Mam’mai’.

Dilanjutkan dengan
SEJARAH LAWANGAN BAGIAN I - SEJARAH SEBELUM ADANYA LANGIT DAN BUMI

Tidak ada komentar: