kata-kata mutiara

Presiden Soekarno mengatakan :
"Jangan sekali-kali melupakan sejarah!"
"Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya"

Presiden John Fitzgerald Kennedy mengatakan :
"Jangan tanyakan apa yang negara ini berikan kepadamu tapi tanyakan apa yang telah kamu berikan kepada negaramu."

Senin, 10 Oktober 2011

LAWANGAN HISTORY PART III


ORANG LUANGAN/ LAWANGAN PADA ZAMAN NABI NUH 

Pada waktu itu disebutkan Bentar Ruang Opat(sesanggan/wadah dari bahan kuningan) dan Mansi Bura Lumah (mangkok putih dan piring putih); kode iro naan URAN WALO OLO WALO MALEM = hujan delapan hari delapan malam kode iro dinaan na utus Owa
Langit., maka nabi Nuh mempunyai BENAWA = BAHTERA untuk dipakai oleh orang-orang yang mengikuti dia sampai tertinggal di Gunung Sinai. Maka perahu kepunyaan orang Luangan mengikuti banawa nabi Nuh atau mengikuti perahu si SOONG ANJANG TIONG MANARUNG TELANG BULAU, Kemudian kode iro Bawu Buyung hanya ketore kojie lutuk bawui lembu, leko iro dali balalu mengadakan Balian KASARUNG JATUH, supaya DANUN LAYAP LANGIT = kebanjiran sampai ke langit menjadi surut.
Para Balian ini terdiri dari 4 orang bersaudara, Iyu na kepalai enu dali opat manni aran dali :
1. SOONG ANJANG TIONG
2. NGERANG TIMANG 
3. NGAYUN BUEN
4. SOANG NYALIR LANGIT 
Karena ”hujan delapan hari delapan malam” belum juga surut maka dilakukanlah BALIAN oleh 4 orang saudara ini tetapi air belum juga surut-surut dan langit belum juga terangkat lalu datanglah seorang lelaki bernama NALAU KAYUN KULANG nama lainnya MA’ SUMPING NGUNJAU BAWE ULEK DA BELUH katanya aka kam hanya Baliana a da iro sulet ke Lengun Langit suba kam ngenu Bentar Ruang Opat enu kam ali Kumpai wai ali Bungu rio Mupun eyu berbentuk Bura Lemit Mea Metum dan Jereu sebab iro di Danum tau takui langit tau baluwas leka tangku langit iro ege da luyang Danum Pentuer Danum iro ege da Jawan ulu iro naan na ulek Owa Langit kelem dali ngenu kawan iye na ulek iro dehtai biru. Balalu Jawan Ulu tangkeng Toto Loyang Danum tandong toneng toto bungu rio mumpun Njanteau kumpai owai leka orot nenung iro tongkou langit terou lapas daluyang Danum Pentuer danum toro lapas da Jawan Olu leka iro danum surut langit mengkat magin mongkat sehingga langit dan tanah kembali seperti semula, itulah kisah sejarah=Sentume Sepuri “kebanjiran sampai ke langit dan  Balian” 

Setelah air surut,perahu orang Luangan bersandar di beberapa tempat, yang ada buktinya perahu kepunyaan orang Luangan ini di BAWO KINSO atau di hulu sungai TABALONG KIWA. Orang-orang Luangan pada waktu itu ada juga yang memakai PARING BATUNG TEMIANG yang tertinggal di Gunung LANSI di daerah KOTAM kecamatan POTANGKEP TUTUI. 

Kemudian 4 orang saudara tersebut membentuk 8 buah kampung, selalu menuturkan kisah diatas secara lisan disalurkan terus menerus, sambung menyambung dari mulut ke mulut. Dan mulai hidup berkelompok serta melakukan kegiatan beramal atau beribadat di TANJUNG RUANG DATAI LINO. Mereka berkembang sehingga memiliki banyak corak dan ragam sampai berakhirnya riwayat daerah itu.

Kemudian tumbuh kelompok masyarakat di daerah terusan BENTAS BULAU (Dusun Tengah-Ampah), mereka kembali melakukan kegiatan
beramal atau beribadat dan membangun Langgar Tuyo Amal agama Hindu Keharingan Luangan. Kegiatan mereka dipimpin oleh yang bernama Kakah Tena selaku penyambung dan penyalur dari nama Mangendang, dikarenakan sesuatu hal menimpa masyarakat
ini maka pindahlah mereka ke daerah  SARAP RUANG di lembah Gunung Kesali. Di situlah mereka kembali melakukan kegiatan
beramal dan beribadat. Kepemimpinan dari Kakah Tena diteruskan oleh keturunannya, seorang perempuan bernama Nerin Bulau. Kelompok masyarakat ini berakhir riwayatnya di LIANG AYAH (Dusun Tengah-Ampah).

Kemudian penerus Kakah Tena membangun kembali kelompok masyarakatnya serta kegiatan beramal dan beribadat, ditumbuhlah di
daerah Kalimantan Timur, di wilayah sungai Kenesi. Kelompok masyarakat ini dipimpin oleh Temanggung Mangunsi pada masa raja-raja/sultan-sultan, sampai berakhir riwayatnya di daerah KENESI.

Kemudian tumbuh lagi di daerah LOPO (wilayah Barito Utara-sungai Muara Teweh), kelompok masyarakat penyambung dari Temanggung
Mangunsi. Mereka dipimpin oleh Ma Nampui sebagai pelaksana Tuyo Amal agama Hindu Keharingan Luangan. Sampai berakhir riwayatnya di daerah ini.

Kemudian tumbuh lagi di daerah MUARA UON anak sungai LUANG (daerah Gunung Purei) yang dipimpin oleh Mayan dengan nama gelar
Ma Asin....

Kemudian tumbuh lagi di daerah TURAN REKET (Dusun Tengah-desa Rodok) dipimpin oleh Lena dengan nama gelar Ma Belusuh di sungai
Gerunggung, anak sungai Tuyau Lelai Ue.....

Kemudian tumbuh lagi di daerah TUYAU (anak desa Rodok) dipimpin oleh Rintis dengan nama gelar Ma Kea........

Kemudian tumbuh lagi di daerah MISIM BENIAN (Dambung Doroi-Dusun Tengah-Ampah) dipimpin oleh Jamban dengan nama gelar Ma Tajur.......

Kemudian tumbuh lagi di desa Rodok dipimpin oleh Reras bin Isal.

dilanjutkan dengan kisah SEJARAH KEPERCAYAAN HINDU KEHARINGAN LUANGAN

Tidak ada komentar: