kata-kata mutiara

Presiden Soekarno mengatakan :
"Jangan sekali-kali melupakan sejarah!"
"Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya"

Presiden John Fitzgerald Kennedy mengatakan :
"Jangan tanyakan apa yang negara ini berikan kepadamu tapi tanyakan apa yang telah kamu berikan kepada negaramu."

Sabtu, 21 Agustus 2010

Illah-Illah Orang Maanyan

Orang Maanyan mempunyai beberapa Illah yang dianggap mempunyai kekuatan gaib serta menjadi tempat pemujaan oleh anggota masyarakat secara pribadi maupun secara umum antara lain :
a. Illah yang berkuasa diudara yang mereka sebut Nanyu.
b. Illah yang berkuasa didalam air yang mereka sebut Diwata atau Wayu.
c. Illah yang berkuasa didalam rimba raya yang mereka sebut Kari'au.
d. Illah milik keluarga yang terdapat didalam rumah yang mereka sebut Pangintuhu.
e. Illah yang berada dipohon kayu besar berupa milik keluarga atau milik desa yang mereka sebut Panungkulan.
f. Illah yang menjaga desa yang mereka sebut Paket.
g. dan beberapa Illah lainnya baik milik pribadi maupun yang tidak dipunyai orang lain atau desa lain.
Illah-illah yang disebut diatas, merupakan sesuatu yang mereka yakini serta yang dapat menolong mereka untuk memberikan kekuatan dan kehidupan dalam mengerjakan berbagai kegiatan sehari-hari.
Dengan percaya kepada banyak illah, maka dengan mudah memperoleh rejeki yang diinginkan baik secara pribadi maupun secara kelompok masyarakat. Semua kesejahteraan yang diperoleh anggota masyarakat adalah berdasarkan pemberian illa-illah itu, yang mereka yakini dan imani. Persembahan yang diberikan kepada illah-illah tersebut dilakukan oleh mediator yang disebut Wadian. Untuk memberikan sesajen sebagai persembahan kepada illah-illah itu ada beberpa jenis kegiatan yang dilakukan. Upacara adat yang paling sederhana sifatnya ialah memberi sesajen kepada Kari'au yang disebut Miwit Allah Jumpun. Acara ini hanya dilakukan oleh masyarakat biasa bukan oleh seorang Wadian. Orang yang membawa persembahan itu harus dapat mengucapkan mantera-mantera tertentu disertai perlengkapan sesajen yang paling sederhana, berupa telur, kue-kue daging ayam yang dipanggang atau direbus dengan santan. Semua persembahan itu ditaruh didalam anyaman bambu berbentuk segi empat yang mereka namakan Ansyak.

catatan : penyajian persembahan seperti ini hampir sama dengan kebudayaan suku Bajo yang ada di pulau Bungin utara pulau Sumbawa, karena suku Maanyan pernah menjadi pelaut ulung dizaman dahulu makanya dalam masyarakat Maanyan ada yang disebut dengan Bilangan Bajau.

Ansyak itu digantung pada pohon kayu besar yang disebut Panungkulan serta diikuti dengan mantera-mantera yang disebut dengan Wadian Miwit Allah Jumpun.
Persembahan itu dilakukan oleh salah seorang anggota keluarga dan biasanya kepala rumah tanggalah yang menyelenggarakan acara itu.
Upacara adat yang bersifat sempurna, biasanya memakan waktu dua malam, yang disebut Mi'empu. Dalam acara Mi'empu diadakan juga kegiatan yang dinamakan Itangai, biasanya diselenggarakan oleh Wadian Dusun. Acara Itangai ini tidak lain daripada memberi sesajen kepada Illah yang selama ini menolong keluarga yang bersangkutan dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
Kemungkinan ada dari illah yang diyakini oleh orang Maanyan itu berlatar belakang kepercayaan agama Hindu, misalnya Illha Diwata atau Dewata, berasal dari kata Dewa.
Illah lain milik keluarga atau golongan yang tidak terdapat disebagian besar desa-desa orang Maanyan misalnya :
- Nanyu Sangar Jatang dan Kakani-Maleh milik desa Ja'ar.
- Nanyu Abeh milik desa Dayu.
- Nanyu Nan-Rueh milik desa Telang atau golongan Paju Epat.
- Nanyu Jangkung milik golongan masyarakat Banua Lima.
Dari beberapa illah yang telah disebut diatas, tentunya illah mana yang paling besar kuasanya. Untuk memberikan keterangan yang lebih jelas mengenai illah mana yang paling besar kuasanya adalah sangat sulit dipastikan. Hal ini semakin rumit lagi dengan timbul sebutan Hiyang Piumbung Jaya Pikuluwi, yakni semacam illah yang menguasai jagad raya didalam semesta ini. Akan tetapi dapat diambil patokan pendapat seorang Demang Banua Lima yaitu Bapak Lendup yang mengatakan bahwa illah yang dimiliki orang Maanyan adalah Hiyang Piumbung Jaya Pikuluwi yang artinya tidak kurang dari pada Tuhan Yang Maha Esa (Allah Bapa di sorga didalam agama Kristen). Hiyang Piumbung Jaya Pikuluwi inilah yang merupakan illah yang tertinggi bagi orang Maanyan. Sedangkan illah-illah lainnya itu hanya pendukung masyarakat yang berkaitan dengan kegiatan atau kejadian yang menimpa anggota masyarakat pada saat tertentu. Hiyang Piumbung Jaya Pikuluwi merupakan illah yang dipercayai oleh mereka, yang dapat mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan kekuasaan serta pemberian rejeki, semua kegiatan dunia dan akhirat. Segalanya dipegang dan diatur oelh Hiyang Piumbung Jaya Pikuluwi semata-mata.
Kepercayaan akan adanya Hiyang Piumbung Jaya Pikuluwi, sesuai dengan yang diwariskan oleh nenek moyang mereka dari dahulu hingga sekarang. Upacara yang sering diselenggarakan oelh anggota masyarakat, sebagimana yang diuraikan diatas, merupakan ibadat yang bertujuan memohon kepada Yang Maha Esa atas bimbingan, perlindungan serta kekuatan kehidupan mereka.

Orang Maanyan beranggapan semua yang mereka miliki berasal dari pemberian Tuhan Yang Maha Esa, serta wajib juga mereka mengucapkan syukur dan berterima kasih dengan bentuk suatu upacara adat.
Akan tetapi kepercayaan mereka hanya terbatas kepada lingkungan masyarakat mereka sendiri, serta merekapun masih mentaati kepada nenek moyang mereka yang telah memberikan kepercayaan itu. Cara sudut pandang mereka terhadap kepercayaan, hukum serta kemasyarakatan dan lain sebagainya, terlihat dari tradisi yang mereka miliki.
Pandangan tentang kepercayaan memang sudah ada, tetapi untuk lingkungan mereka sendiri, jadi tidak menjadi kepercayaan yang bersifat universal. Pemahaman tentang kepercayaan sifatnya terlalu sentris, akan tetapi dengan demikian mereka mendapat keseimbangan yang serasi antara kepercayaan dengan kesejahteraan yang mereka miliki.
Larangan yang bertentangan dengan kepercayaan yang mereka yakini jelas tidak pernah dilakukan atau disebut Padie. Apabila ada yang melanggat larangan didalam kepercayaan mereka, maka akan mendatangkan malapetaka bagi keluarga atau masyarakat lainnya.
Hal ini memperlihatkan kekurangan nilai etika didalam pergaulan dengansesama anggota masyarakat yang ada, sehingga menimbulkan terisolirnya mereka yang melakukan pelanggaran itu. Untuk mengembalikan orang yang telah melakukan pelanggaran itu kedalam pergaulan masyarakat, maka ia harus membayar denda yang disebut bayar hukum adat. Pembayaran mana yang harus disaksikan oleh para Mantir dan sesepuh desa seerta Demang selaku kepala adat dan disaksikan olaeh anggota masyarakat lainnya. Orang-orang inilah yang menyaksikan bahwa sipelanggar etika itu benar telah membayar ketentuan hukum adat yang berlakudimana ia sendiri bertempat tinggal. Setelah membayar hukum adat sesuai dengan ketetntuan yang berlaku, maka orang tersebut dapat lagi diterima kedalam pergaulan sesaama anggota masyarakat sebagaimana biasanya. Hukuman pembayaran denda yang dijatuhkan kepada setiap pelanggar etika dalam masyarakat, secar tidak langsung mempersempit kesempata perbuatan pelanggaran lainnya.
Kerasnya ketentuan yang berlaku tidak berarti menghambat kemajuan yang ingin dicapai oleh anggota masyarakat secara umum. Peraturan membayar hukum adat yang dilakukan oleh anggota masyarakat dilandasi sikap mental yang dapat menjadi dasar kemajuan yang mereka capai. Apabila kemajuan yang diperoleh tidak dilandasi sikap mental yang sudah siap untuk menerima perubahan, maka akan melahirkan jiwa yang kurang bertanggung jawab terhadap perkembangan mereka selanjutnya.
Perkembangan yang diperoleh orang Maanyan dalam pendidikan serta informasi, tidak membuat ketaatan kepada tradisi menjadi luntur. Kemajuan yang mereka rasakan tidak membuat anggota masyarakat menjadi amoral yang sangat merugikan perkembangan masyarkat.
Alam kebudayan yang tradisional dilanda oleh nilai-nilai baru dan asing bagi kehidupan mereka, tidak akan merubah pola hidup mereka, apabila kepastian hukum yang disertai tindakan preventif masih dilakukan oleh segenap lapisan masyarakat. Kepastian hukum perlu untuk melahirkan generasi yang memiliki moral yang dapat melanjutkan kebudayaan yang luhur, yang telah diwariskan oleh nenek moyang mereka.
Oleh sebab itu ketaatan kepada nilai-nilai yang ada ditengah masyarakat, perlu ditegaskan agar melahirkan sikap mental yang bertanggung jawab terhadap pembangunan sosial dengan segal aktivitasnya.
Semua yang diperoleh sert dasar yang kuat dan kepastian hukum yang teguh dengan menghormati kepada Hiyang Piumbung Jaya Pikuluwi. Masyarakat diharapkan tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan apa yang menjadi larangan oleh Hiyang tersebut.
Sekalipun adanya kemajuan yang diperoleh sehingga dapat memperbaiki nilai kehidupan secara pribadi maupun secara kelompok. Kemajuan pembangun sekarang ini mengandung makna lain, yakni meningkatkan kwalitas kehidupan anggota masyarakat secara menyeluruh.





Kepercayaan Orang Maanyan

Banyak orang luar sering mengatakan, bahwa kepercayaan suku-suku asli di Kalimantan secara umum adalah Animisme, magis religius, spiritisme dan lain sebagainya. Secara khusus terdapat di wilayah Kalimantan Tengah ada lagi sebutan dengan istilah Kaharingan. Sebutan diatas ditujukan kepada anggota masyarakat yang belum memeluk agama seperti Islam, Kristen, Katholik, Budha dan lainnya.
Semua yang diuraikan diatas tadi hanya praduga yang belum jelas kebenarannya, akan tetapi semua istilah tadi merupakan katalisasi sebutan kepada anggota masyrakat yang belum memeluk salah satu dari agama-agama yang disebut diatas. Secara umum orang Maanyan belum percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, seperti kepercayaan agama-agama lainnya, yang bersifat monotisme. Orang Maanyan memiliki roh-roh yang mempunyai kekuatan menghidupkan. Roh-roh tersebut dikaitkan kepada benda-benda yang mempunyai kekuatan untuk memberikan penghidupan kepada mereka. Roh-roh yang biasa mereka sembah itu terdapat dibeberapa tempat, ada yang tinggal di pohon kayu yang disebut dengan Illah Panungkulan dan yang didalam rumah disebut Pangintuhu. Roh-roh itu bisa dari roh para leluhur yang kembali ke dunia atas ijin Yang Maha Kuasa, atau roh lainnya yang semuanya datang dari mimpi. Baik roh yang ada didalam rumah yang disebut Pangintuhu maupun roh yang ada dipohon kayu yang disebut Illah Panungkulan dapat memberi kekuatan serta rejeki kepada mereka. Roh-roh yang mereka yakini itu biasanya diberi sesajen dengan istilah Miwit-Allah. Upacara memberi sesajen kepada Illah-Illah itu biasanya dilakukan dengan mempergunakan seorang Wadian Dadas, Wadian Diwa dan Wadian Dusun. Adapun sesajen yang disajikan itu biasanya dari daging hewan korban yang dipanggang serta darahnya yang masih segar, nasi yang dimasak didalam bambu dan nasi ketupat, ditambah beberpa kue-kue . Sesajen itu merupakan terima kasih mereka atas bimbingan serta perlindungan yang dilakukan selama ini. Apa yang diuraikan diatas tadi merupakan bagian terkecil dari kepercayaan orang Maanyan dalam memberikan sesajen kepada roh-roh pelindung mereka yang dinamakan Hiyang Piumbung Jaya Pikuluwi.
Dalam uraian selanjutnya akan dijelaskan kemana roh-roh orang yang telah meninggal itu berada sesudah diadakan upacara adat maupun yang belum menurut kepercayaan orang Maanyan. Apabila seseorang telah meninggal dunia, maka menurut kepercayaan mereka rohnya harus diadakan upacara adat kematian agar roh tersebut dapat masuk ke Dato Tonnyo'ng Gahamari atau sorga loka. Upacara adat kematian itu diadakan untuk mengantar roh tadi sampai ditempat yang dituju yaitu Watang Wato Langkok yang dijaga oleh nenek tua yang mereka sebut Itak Barungkaian Munte.
Nenek tua inilah yang menentukan tempat para roh orang yang telah meninggal itu, sesuai dengan tingkat upacara adat kematian yang telah diadakan oleh keluarganya. Apabila roh orang yang telah meninggal itu diadakan upacara kematian dengan tingkat yang tinggi dan lengkap, maka rohnya akan mendapat tempat yang baik di Dato Tonyo'ng Gahamari, yaitu ditengah-tengah pusat keramain denagn tirai yang bertaburan emas permata. Untuk upacara kematian yang tingkatnya lebih rendah maka rohnya akan berada diluar dari pusat keramaian tadi. Oleh sebab itu setiap orang Maanyan yang telah meninggal dunia terutama kalau yang bersangkutan dari kalangan orang yang berkedudukan di masyarakat, maka seluruh kerabatnya atau kaum keluarganya berusaha agar rohnya dapat diadakan upacara dengan tingkat yang tinggi. Kalau tidak diadakan upacara adat, maka roh orang yang telah meninggal itu belum sampai ketempat yang dijanjikan, sehingga setiap keluarga Maanyan berusaha mengadakan upacara kematian sekalipun dalam tingkat yang paling rendah, misalnya Pakan Tulakan.
Sedangkan upacara kematian yang paling tinggi dan lengkap ialah Ngadaton. Untuk membimbing roh orang yang telah meninggal itu untuk sampai ditempat yang telah dijanjikan memerlukan Diki-Hoyong atau mantera-mantera yang dibawa oleh seorang Wadian-Matei. Cara Wadian-Matei membimbing roh itu, ialah dengan memegang sejenis pisau yang diberi lukisan putih dari kapur sirih, berbentuk kelokan dari pangkal kepala hingga keujung pisau dikedua sisinya, yang disebut Luwuk-Pitutui. Roh-roh orang yang telah meninggal dalam masyarakat Maanyan disebut Adi'au. Dan Adi'au inilah yang harus dibimbing oleh Wadian-Matei untuk sampai ke Dato Tonyo'ng Gahamari. Orang Maanyan tidak mengenal ada tempat lain setelah kematian, kecuali Dato Tonyo'ng Gahamari, istilah neraka atau tempat yang kurang sempurna tidak dikenal. Walaupun dosa yang diperbuatnya didunia sangat besar, namun rohnya dapat masuk ke tempat yang suci itu, asal diadakan upacara adat kematian yang sempurna serta lengkap. Karena dosa didunia sudah dibayar dengan hukum dunia yang disebut hukum adat Tiba-Welom. kadang-kadang pembayaran hukum adat Tiba-Welom itu belum cukup dipandang oleh Hiyang-Piumbung Jaya Pikuluwi, sehingga ketika rohnya diantar oleh Wadian-Matei lewat mantera-manteranya banyak yang salah pengucapannya. Kalau terjadi hal yang demikian maka Wadian-matei tadi harus menabur beras kuning dang mengulangi pengucapan-pengucapan matera-manteranya sampai benar. Beras kuning dianggap oleh roh orang yang sudah meninggal
atau Adi'au adalah butiran-butiran emas. Sesajen yang lengkap serta penaburan beras kuning ketika pengucapan mantera-manteran oleh Wadian-Matei tadi akan mengampuni segala dosa-dosa yang telah diperbuatnya didunia.
Kegiatan upacara yang diuraikan diatas, tidak hanya dilakukan oleh orang Maanyan yang berada di Kampung Sapuluh, Paju Epat dan Banua Lima tetapi juga diadakn oleh orang Lawangan dan orang Dusun Deah dan suku-suku lainnya yang masih percaya kepada roh nenek moyang, dari dulu hingga sekarang. Perbedaanya terletak pada tempat roh-roh atau Adi'au tiu berada. Bagi golongan masyarakat Kampung Sapuluh dan Banua Lima dinamakan Dato Tonyo'ng Gahamari, bagi golongan masyarakat Paju Epat dinamakan Lewu Amas, bagi orang Lawangan dan Dusun Deah dinamakan Lumut Toro Tontong sebagai tempat yang suci bagi roh yang telah meninggal dunia. Kalau dilihat secara tidak langsung penghidupan dan kehidupan orang-orang Maanyan secara umum, mereka diliputi oleh kegiatan yang berupa upacara keagamaan yang mesti mereka lakukan untuk mendapat kekuatan dan rejeki, sebagai penunjang kehidupan mereka. Upacara adat mereka lakukan dengan penuh rasa tanggung jawab, serta dilakukan dengan segala ketulusan hati, karena hal ini merupakan tradisi yang menjadi kebudayaan mereka. Maka tidak mengherankan kalau dikalangan orang Maanyan banyak dijumpai tempat-tempat yang suci dan keramat, yang dianggap memiliki kekuatan gaib serta menjadi tempat pemujaan oleh mereka baik secara umum maupun pribadi. Gejala yang diutarakan diatas nerupakan gejala herofani yang dialami oleh masyarakat Maanyan. Hal itu merupakan kepercayaan yang dialami oleh mereka yang masih percaya kepada kekuatan gaib serta tempat-tempat sakral.
Hal demikian merupakan cara yang primitif kalau dilihat dari segi agama-agama yang dianut oleh masyarakat maju sekarang. Adanya sesuatu yang dapat diperoleh setelah adanya kematian yang berupa kemenangan yang sempurna ditempat yang paling suci menurut anggapan mereka yang masih bertahan dengan kepercayaan lama.